Mengungkap Dunia Lesbian di Makassar: Dinamika Butchy, Femme, dan Kehidupan Mahasiswa
"Butchy Merujuk pada lesbian yang maskulin, sementara femme untuk yang feminin. Ada pula andro (androgini) dan no label yang lebih cair dalam memilih "
![]() |
Mengungkap Dunia Lesbian di Makassar |
Di sudut meja, tiga perempuan tampak bercengkrama santai. Tak lama berselang, empat orang lainnya ikut bergabung. Suasana semakin riuh, tawa sesekali pecah di antara kepulan asap rokok.
Salah seorang dari mereka, sebut saja Melati (21) , bersiap berbincang dengan penulis. Ia mahasiswa semester tujuh di salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar. Penampilannya maskulin, gaya yang dalam komunitas lesbian dikenal dengan istilah butchy .
Awal Mula
Melati bercerita, kesadarannya sebagai lesbian muncul saat duduk di bangku kelas III SMA. “Saya sempat pacaran, tapi putus. Waktu itu saya sakit hati, lalu lebih banyak curhat ke teman perempuan yang juga lesbian. Dari situ saya merasa nyaman," katanya.
Seiring berjalannya waktu, ia mulai mengenal istilah-istilah dalam komunitas.
Butchy Merujuk pada lesbian yang maskulin, sementara femme untuk yang feminin. Ada pula andro (androgini) dan no label yang lebih cair dalam memilih pasangan. [-]
Dinamika Hubungan
Melati pernah menjalin hubungan dengan seorang femme selama dua tahun. Namun, teknisnya belum lama.
“Sekarang lagi galau, jadi sering kumpul sama teman-teman,” sambil tersenyum.
Di tengah perbincangan, seorang rekannya sempat menggoda dengan menggambarkan “sudah lurus”.
Dalam komunitas, istilah itu berarti seseorang yang kembali menjalin hubungan dengan pria. Melati hanya menanggapinya dengan santai.
Antara Kampus dan Komunitas
Meski aktif di komunitas lesbian, Melati menegaskan kuliah tetap prioritas. “Saya tidak tiap hari kumpul. Biasanya kalau besok libur kuliah,” ucapnya.
Ia mengaku ibunya sudah mengetahui perubahannya, tetapi memilih berpura-pura tidak tahu.
Komunitas lesbian di Makassar, kata Melati, cenderung tertutup.
Meski begitu, sebagian anggotanya tetap berkumpul secara terbuka dengan kelompok lain selama ada saling menghargai. “Kalau saya sih selamat datang saja,” katanya. [-]
Ruang Ekspresi
Di tongkrongan, mereka berbagi cerita tentang kehidupan kampus, pekerjaan, hingga asmara. “Kalau soal hati atau keluarga, biasanya hanya curhat ke teman dekat,” kata Melati.
Bagi Melati dan kawan-kawannya, berkumpul bukan sekedar hiburan. Lebih dari itu, ruang menjadi aman untuk saling memperkuat masyarakat tengah yang sering memberi stigma. (*)