Sosial Media
0
News
    Home Narasi Tulisan Wartawan

    Ingin Tulisanmu Hidup? Ikuti 4 Teknik Narasi yang Dipakai Wartawan Senior

    "Rahasia menulis narasi: 5W+1H ala jurnalis dunia, 4 teknik penting, dan cara membuat tulisan hidup tanpa meninggalkan fakta."

    9 min read


    Banyak orang bermimpi jadi penulis, tapi tak sedikit yang menyerah di tengah jalan. Alasannya sederhana: menulis itu tidak cukup hanya modal bakat, melainkan butuh latihan konsisten dan pemahaman dasar yang kuat.


    Dalam dunia jurnalistik, ada satu rumusan klasik yang wajib dikuasai: 5W + 1H — Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, Bagaimana. Rumus inilah fondasi setiap laporan berita. 

    Namun, ketika menulis narasi atau jurnalisme naratif , rumusan itu berkembang lebih dalam.

    Roy Peter Clark dari Poynter Institute menjelaskan, dalam narasi:

    • Apa yang berubah menjadi alur/plot peristiwa

    • Who menjadi karakter

    • Dimana menjadi setting atau adegan

    • When menjadi kronologi

    • Mengapa menjadi motivasi atau motif

    • How berubah jadi narasi

    Artinya, penulis narasi tidak hanya melaporkan “apa yang terjadi”, tapi juga masuk ke dalam psikologi tokoh: mengapa ia bertindak begitu, bagaimana pikirannya, bahkan apa yang ia rasakan .

    Tom Wolfe, wartawan legendaris AS, pernah menggagas gaya ini lewat buku The New Journalism . Di Indonesia, istilah itu sering disebut jurnalisme sastrawi . Tapi, seperti ditekankan pengajar Janet Steele, faktanya tetap suci: jurnalisme narasi bukan fiksi. Unsur sastra hanya dipinjamkan untuk gaya penulisan.

    4 Tidak Penting Tulisan Narasi
    • Bertutur adegan demi adegan                                                                                                              Mirip skenario film. Pembaca diajak “menyaksikan” perubahan cerita lewat adegan, bukan penjelasan panjang.

    • Pelaporan Reportase mendalam
      secara menyeluruh dengan catatan detail, termasuk dialogekspresif. Dari cara bicara narasumber, pembaca bisa menilai karakter dan sikapnya.

    • Sudut pandang orang ketiga
      Penulis tak hanya jadi pelapor, tapi juga “mata” di sekitar tokoh. Membuat pembaca seolah masuk ke pikiran dan pengalaman karakter.

    • Detail kehidupan tokoh
      Dari gaya hidup, kebiasaan, pakaian, rumah, hingga cara bicara—semuanya dicatat untuk membangun sosok yang nyata.

    Tokoh yang dipilih pun baik-baik saja, punya kelemahan, terlibat konflik, dan kemudian mengalami perubahan. Dari situlah drama dan “jiwa” narasi terbentuk.

    Jadi, untuk menjadi penulis narasi, modalnya bukan hanya rasa ingin tahu besar, tapi juga kemampuan menggabungkan disiplin jurnalistik (data & fakta) dengan sentuhan novelis (gaya dan detail).

    Kuncinya: fakta tetap nomor satu, gaya hanya pelengkap.

    Additional JS