Behind The Scane (Kanker Tulang Kuburkan Impian Pemuda Gowa Jadi Anggota TNI)
Iseng berselancar di sejumlah media sosial (medsos), siang itu. Saya menemukan satu unggahan kisah human interesting, tentang seorang prajurit siswa calon tamtama TNI-AD yang impiannya menjadi abdi negara, harus dikuburnya dalam-dalam.
Vonis kanker tulang menguburkan impian Dirsan. Pemuda asal Kabupaten Gowa itu, tak hanya divonis kanker tulang, tetapi kaki kanannya harus diamputasi, dari kaki hingga pinggulnya.
Segera mungkin mencari tahu alamat Dirsan. Saya menghubungi admin salah satu medsos yang mengunggah informasi tentang Dirsan. Sembari berkoordinasi dengan grup what's up redaksi. "Sangat menarik, human interest-nya,"tulis saya.
Tak berselang lama, pimpinan redaksi, Arsyad Hakim, merespons unggahan tentang Dirsan itu. "Segera eksekusi,"timpalnya.
Setelah memperoleh alamat dan nomor ponsel Dirsan dari admin medsos yang kerap mengabarkan informasi kejadian di Sulsel itu, saya menghubungi nomor ponsel Dirsan. Tidak ada respons.
Bermodalkan alamat itulah, saya mengendarai sepeda motor butut menuju Kabupaten Gowa. Hari mulai gelap. Sekitar 10 kilometer dari ibu kota kabupaten, hujan deras.
Saya memilih memberhentikan sepeda motor dan berlindung di emperan toko. Tiga batang rokok habis. Hujan reda. Saya melanjutkan perjalanan.
Tiba di Kecamatan Bajeng. Saya memilih singgah di Mapolsek setempat. Dua personel polisi berjaga, malam itu. "Maaf Pak, saya menganggu. Mau bertanya alamat ini,"kata saya, sembari memperlihatkan alamat. Hanya saja, keduanya tidak mengetahui alamat tersebut.
Perjalanan dilanjutkan. Saya kembali singgah, menanyai seorang pemuda yang sedang duduk menepi di atas motornya. Pemuda itu, tidak mengetahui alamat yang saya sebut.
Saya tidak putus asa. Kembali bertanya kepada dua penjaga toko. Namun, mereka juga tidak tahu. Akhirnya, saya singgah ke salah satu penjual sate yang berada di pinggir jalan. Dari penjual sate itulah, saya memperoleh petunjuk.
Lima kali saya singgah bertanya, hingga akhirnya saya menemukan rumah Dirsan yang berada di tepi sungai.
Berikut ini, hasil liputan saya.
Impiannya menjadi seorang personel TNI-AD, harus dikuburnya dalam-dalam. Kanker tulang di bagian lutut kanannya, menguburkan impian Dirsan, (21) pemuda warga Jalan Yunus Manangkasi, Kecamatan Bajeng, Gowa ini.
Dirsan jalan tertatih dengan bantuan dua tongkat yang diapit di ketiaknya saat menuju ke ruang tamu. Kaki kanannya diamputasi.
Wajahnya semringah, menyambut FAJAR saat disambangi di kediaman orang tuanya yang berada di pinggir Sungai Kembar, Jumat malam, 30 Maret.
Dirsan melepas kedua tongkatnya. Kemudian duduk di atas velbed atau tempat tidur lipat. Malam itu, ia mengenakan kaus abu-abu tanpa lengan bertuliskan "Operasi Perbatasan RI-PNG".
Di ruang tamu berukuran tiga kali lima meter dan terdapat empat tumpukan karung berisi gabah itu, Dirsan menceritakan tekadnya mengabdikan dirinya sebagai personel TNI AD.
Pasca lulus SMK pada 2016 lalu, ia mendaftar Calon Bintara TNI AD. Namun, ia gagal.
Setahun kemudian, ia mendaftar kembali dan dinyatakan lulus. Ia pun mengikuti pendidikan Pendidikan Pertama Tamtama TNI AD Gelombang I Tahun 2017 di Malino, Gowa.
Satu bulan pertama menjalani pendidikan, ia merasakan sakit luar biasa di bagian lutut kanannya. "Saat itu, saya jalan merangkak, merasakan ngilu,"bebernya.
Usai latihan, saat berjalan pincang menuju barak, ia terlihat oleh sang komandan. Sang komandan kemudian menyarankan Dirsan untuk ke klinik. "Satu pekan kemudian, saya dirontgen di Rumah Sakit Pelamonia Makassar,"ujar alumni SMKN 1 Limbung ini.
Dia menceritakan, sakit yang dirasakan itu berawal saat mengikuti tes renang di Kodam Hasanuddin. "Lutut saya terbentur ke kolam, tetapi yang namanya dites saat itu, saya tidak hiraukan sakit itu,"ujarnya.
Kendati merasakan sakit di bagian lututnya itu, Dirsan tetap menjalani latihan seperti biasanya.
Waktu berjalan. Satu bulan pertama menjalani latihan, Dirsan tetap bertahan. Sepekan sebelum pelantikan, mantan Prasis Pendidikan Pertama Tamtama TNI AD Gelombang I Tahun 2017 tak menyangka sakit di bagian lututnya itu, membengkak.
Saat materi terakhir sebelum pelantikan, Dirsan dibawa ke klinik Rindam di Pakatto, Kecamatan Bontomarannu, Gowa, untuk menjalani perawatan.
"Satu hari sebelum pelantikan dibawa ke Pakatto. Saya tidak mengikuti upacara penutupan pendidikan pertama Tamtama TNI AD Gelombang 1 Tahun Anggaran 2017 berlangsung di Lapangan Secata Malino, pada saat itu,"bebernya.
Tak hanya itu, Dirsan dikembalikan kepada kedua orang tuanya, Hasanuddin Daeng Ngerang (51) dan Faridah Daeng So'na (45). "Saya diserahkan kembali ke orang tua saya pada 5 September lalu di Koramil Bajeng,"ujarnya.
Impian Dirsan menjadi personel TNI AD sirna. "Saya putus asa. Saya pernah berpikir mau akhiri hidup saja. Saya sangat terpukul saat itu. "beber Dirsan dengan mata berkaca-kaca.
Impiannya untuk mengumpulkan uang untuk memberangkatkan haji kedua orang tuanya, pupus sudah. "Saya punya cita-cita saat itu, jika lulus menjadi abdi negara, ingin memberangkatkan haji orang tua saya sebagai balas budi,"beber anak ketiga dari empat bersaudara ini.
Pasca dikembalikan ke orang tuanya itu, kaki kanan Dirsan harus diamputasi. "Kaki saya diamputasi di Rumah Sakit Wahidin Wirohusodo pada Januari lalu,"bebernya.
Saat Dirsan menceritakan kisahnya itu, ibu Dirsan mengambil bingkai foto Dirsan yang mengenakan seragam siswa Secata dari dalam kamarnya. Seketika suasana hening. "Sengaja saya simpan foto ini di lemari. Saya kasihan anakku,"kata ibu Dirsan, Faridah Daeng So'na, sembari meneteskan air matanya.
Kesedihan juga dirasakan ayah Dirsan, Hasanuddin. Petani ini meneteskan air matanya. "Saya tidak kuasa melihat foto ini,"bebernya, sesekali menghapus air matanya dengan kain baju kausnya.
Dirsan yang duduk di atas velbed, kemudian mengambil bingkai fotonya. Ditatapnya foto itu. Bibirnya bergetar. Matanya berkaca-kaca. "Saya bangga, sudah merasakan pendidikan di TNI. Tetapi nasib saya mengatakan lain,"bebernya dengan suara pelan. (*)