Resah, penanda bahwa kita berpikir.
Jenuh, itulah kondisi Aku yang kurasakan akhir- akhir ini. Melewati segenap rutinitas yang Monoton, dan tidak memberikan warna baru dalam kehidupan ini. Waktu yang terlewati hanyalah kesia-siaan semata. Bukankah, waktu yang bergulir setidaknya memberikan refleksi pemaknaan yang begitu besar dalam melewati fase waktu itu sendiri dan hidup tanpa perubahan hanya kejenuhan nan statis, maka diperlukan sebuah orientasi perubahan –Proyeksi diri, dengan melihat kedalam-, demikian hukum waktu.Lebih jauh tentang waktu, bukankah, hari yang terlewati adalah sejarah dalam hidup kita, sedangkan hari ini adalah kenyataan hidup yang kita lewati, sementara itu hari esok merupakan proses dari masa lalu dan kenyataan yang memerlukan impian dan keinginan.
Saatnya, aku merefleksikan kembali tujuan hidup ini, tak sekedar melewati ritualistik hidup tanpa nilai kesadaran diri (Self Awarnes), dan tentunya memberikan perubahan yang dilandasi pemikiran-pemikran yang progresif, yakni sebuah cara pikir yang terpusat pada pemecahan masalah (Problem Solving), selaih itu, aku berusaha untuk tidak lari dari kenyataan hidup tetapi melewatinya dengan rangkuman pengakuan akan segala konsekuensi hidup, tentunya hasilnya tergantung dari apa yang kita upayakan di torehan perjalanan waktu itu sendiri.
Setelah hari ini, esok apa lagi ?, adigium yang bermakna bahwa kehidupan ini jangan hanya menggugurkan kewajiban semata sebagai manusia, yakni kehidupan yang hanya berorientasi pemenuhan kebutuhan Lahiriah semata.
Akan tetapi, Lebih bijak dan jauh kedepan, mempertanyakan eksistensi kita selaku khalifa Fil Ardh , menjadi pemimpin baik untuk diri kita, orang lain. Dan, sejauh mana pikiran, tingkah- laku kita bermanfaat bagi orang lain. “Sesungguhnya, orang yang bermakna adalah orang yang berguna bagi dirinya, serta orang lain.”Demikian ungkapan kaum bijak.