Sarjana merupakan impian setiap mahasiswa, termasuk saya yang sudah
menjadi mahasiswa abadi. "The Power Of Kepepet" pun menjadi jurus
andalan. Selain disibukkan rutinitas sebagai seorang jurnalis
yang ditugaskan di salah satu kabupaten yang ada di Sulsel, yang di
setiap saat waktunya harus menghimpun berbagai peristiwa dan kejadian,
kemudian mengabarkannya. Di sisi lain, faktor batas akhir status
mahasiswa pun di ujung tanduk."Saya harus selesai dan menjadi sarjana
atau drop out (DO)"pikirku saat itu.
Akhirnya, setelah mendapatkan penugasan kantor untuk peliputan di
Pulau Bali. Pulang dari peliputan itulah, menjadi waktu untuk fokus
menyelesaikan status sebagai mahasiswa di Kampus UIN Alauddin Makassar.
Saya pun tak langsung kembali ke Kabupaten Bone yang menjadi wilayah
penugasanku, tetapi memilih untuk tetap tinggal di Makassar dan mengurus
segala tetek bengek skripsi serta perbaikannya. "Apapun resikonya, saya
harus selesai dan menjadi sarjana,"kata batinku. Pikiran pun
berkecamuk, karena meninggalkan wilayah penugasan, yang tentu itu
merupakan suatu tindakan yang sangat riskan. Apalagi,jika ada penugasan
khusus. Tetapi, saya patut bersyukur walaupun berada di Makassar saya
pun masih dapat mendapatkan info sejumlah peristiwa Walhasil,
lewat bantuan salah satu junior di kampus yang memperbaiki metode
penulisannya, akhirnya skiripsi itu pun selesai dengan jauh dari
kesempurnaannya. Walaupun demikian itu bukanlah sebuah permasalahan,
apalagi skiripsi itu dikerjakan tiga jam sebelum dilakukan ujian
skripsi. Perjalanan untuk mendapatkan gelar sarjana, bukanlah
perjalanan yang mudah. Berliku rintangan dan kendala pun kerap
menghadang, akan tetapi persoalan itu kemudian dapat teratasi.
Bahkan, saya pun sempat pesimis, dapat meraih gelar sarjana. Namun
dukungan dan motivasi keluarga, sahabat, serta adik-adik di kampus,
membuatku bangkit dan terus memacu semangat agar dapat menjadi salah
satu bagian yang akan diwisuda nantinya.