Museum La Pawawoi Menyimpan Peninggalan Kerajaan Bone
4 min read
Museum La Pawawoi dulunya merupakan istana (Saoraja,red) Raja Bone , A Mappanyukki, saat yang bersangkutan menjadi Raja Bone Ke-34. Museum ini, menyimpan peninggalan Kerajaan Bone, dan terletak di Jalan MH Thamrin, Watampone.
![]() |
Museum La Pawawoi Siang itu, Jumat, 16 Maret lalu, tampak sepi.
Tak seperti museum pada umumnya, yang ramai dikunjungi.
Khusus di hari Jumat dan Hari Raya, museum ini tidak dibuka.
Istana Raja Bone ini pun dipugar oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, yang dikerjakan tahun 1679 sampai tahun 1981. dan diresmikan menjadi Museum La Pawawoi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof Dr Daud Yusuf, pada tahun 1982.
Salah seorang pengelola Museum Lapawawoi, A Baso Bone mengatakan, pada museum ini, ada satu peninggalan dari Raja Bone ke II, La Ummasa Petta Mulange Panre, yaitu lanreseng atau landasan untuk menempa besi, yang masih tersimpan dan menjadi koleksi dari Museum La Pawawoi. Menurutnya, Raja Bone kedua ini merupakan pandai besi karena dialah yang mula-mula menciptakan dan mengajarkan alat-alat dari besi di Bone.
Menurut A Baso Bone, lanreseng itu merupakan alat yang digunakan untuk membuat berbagai alat-alat dari besi. Tak hanya itu, kata dia, koleksi lainnya yaitu bessi sikoi atau besi yang berupa cincin yang saling mengait satu sama lainnya, milik La Tenri Tatta Arung Palakka. Dan piagam penghargaan VOC Belanda kepada Arung Palakka masih tersimpan di Museum La Pawawoi ini. "Piagam itu merupakan bentuk penghargaan VOC Belanda kepada La Tenri Tatta Arung Palakka atas kerjasamanya saat itu, dan piagam itu bertuliskan tinta emas,"jelasnya.
Museum ini memiliki lima ruangan, dan masing-masing ruangan itu, menyimpan berbagai koleksi peninggalan kerajaan Bone. Di ruangan pertama atau bagian depan dari Museum ini, menyimpan sejumlah koleksi seperti koleksi keramik, peralatan makan para raja, alat tenun, peralatan bissu, peralatan nelayan, serta duplikat bendera Kerajaan Bone.
Ruangan kedua atau bagian tengah museum ini, menyimpan pelaminan, peralatan makan Ade Pitu atau Tujuh dewan adat kerajaan, pakaian adat, dan beberapa koleksi keramik lainnya. Di ruangan ini, berjejer sejumlah peralatan makan yang sengaja ditata secara rapi. Demikian halnya dengan pelaminan di ruangan ini.
Pengelola museum ini, A Baso Bone mengatakan, pengunjung yang datang tak hanya berasal dari Kabupaten Bone saja. Akan tetapi, sejumlah Kabupaten yang ada di Sulsel. Tak hanya itu, kata dia, pengunjung dari provinsi lain di Indonesia juga kerap mengunjungi museum ini. Bahkan, ada pengunjung yang berasal dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapore, Belanda, hingga Prancis. "Umumnya pengunjung yang berasal dari Malaysia dan Singapore itu, masih mempunyai keturunan Bugis ,"kata dia.
Dia mengatakan, masih ada masyarakat yang segan datang ke museum ini. Pasalnya, kata A Baso Bone, karena mereka menganggap museum ini masih istana raja atau saoraja, dan menilainya tidak sembarangan orang untuk memasukinya. Padahal, kata dia, pengelola menyambut baik kedatangan pengunjung ke museum ini, baik untuk menanyakan benda peninggalan Kerajaan Bone hingga silsilah Raja-raja Bone itu sendiri.
Salah seorang pengunjung Museum La Pawawoi, Wahab, yang merupakan Warga Balikpapan, Kaltim, mengaku, baru pertama kali menginjakkan kakinya di tanah leluhurnya, Bone. Sehingga, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi Museum La Pawawoi. Kedatangannya, kata dia, untuk mengetahui sejarah Kerajaan Bone di masa lampau, dengan sejumlah peninggalannya di museum ini. "Saya masih keturunan Bugis Bone, dan kakek kami sering menceritakan tentang tanah leluhur kami di Bone,"kata dia.