Sepenggal kisah Duty On Journalist
Kebanggan tersendiri, jika cita-cita kita dapat tergapai. Cita-citaku itu, bukanlah profesi yang menjanjikan secara material. Namun, ia sarat nilai pertualangan dan pengalaman. Setiap hari,saya menemukan hal baru. Tak hanya itu, berbagai peristiwa menjadi bidang peliputan, dapat memperkaya referensi, pengetahuan, serta informasi, dan sesuatu yang belum ku ketahui selama ini.
Sehingga, saya mulai belajar melihat satu persoalan,tak hanya satu sisi atau melihat persoalan itu, dari kaca mata kuda. Sebab, sebuah kewajiban yang tak tertulis, tetapi harus dilakukan bagi seorang Jurnalis, yaitu KONFIRMASI. Bagaimana pun itu, "Harus mendapatkan konfirmasi,"demikian pesan redakturku suatu ketika.
Pengalaman pertama peliputan di Butta Toa, mengenai seorang penjual obat keliling,yang ditemukan tewas di dalam kamar kontrakannya. Saat di lakukan identifikasi mayat oleh Kepolisian Resort Bantaeng itu, mata mayat tersebut, melotot. Usai peliputan, saya tak dapat tidur dengan tenang saat beristirahat di kamar kost. Terbayang dalam pikiran tatapan matanya. Selain itu, lokasi kost yang kudiami, tak jauh pula dari kuburan, ditambah raungan anjing di dini hari itu. Akhirnya, subuh pun tiba, dan mata pun mulai lelap dan tak kuasa menahan kantuk. Pun aku tertidur dengan pulasnya.
Belalang Tua
Ia melaju dengan kecepatan yang pelan di atas panasnya terik matahari di Butta Toa, Bantaeng. Secara perlahan menyelusuri setiap sudut jalan yang ada di Bantaeng. Sesekali kepulan asap hitam dari knalpot mewarnai setiap pemberhentian Traffig Light, itu menjadi ciri khas si belalang tua.