Kompleks Makam Latenri Ruwa, Dilengkapi Taman. Agar Menepis Kesan Angker
kerap dikunjungi Peneliti, mahasiswa dan peziarah.
Kesan angker sering disematkan pada kompleks pemakaman. Namun, hal itu berbeda dengan Kompleks makam Latenri Ruwa dan makam Raja-raja Bantaeng. Pasalnya, Kompleks makam ini dihiasi sejumlah pepohonan.
Bila memasuki areal pemakaman Latenri Ruwa dan makam Raja-raja Bantaeng, yang terletak di Kelurahan Palantikang, Kecamatan Bantaeng, dan melihatnya secara sepintas. Apalagi untuk pertama kalinya, anda berkunjung kesana. Kita akan mengira, kompleks tersebut, hanyalah sebuah taman.
Hal itu jugalah yang dirasakan penulis, saat berada di areal peristirahatan sejumlah raja di Butta Toa ini. Pasalnya, sejumlah pepohonan sengaja ditanam untuk menjadi penghias, dan di bawah pepohonan itu, disiapkan sejumlah tempat duduk, untuk sekadar berisitirahat setelah lelah dari berziarah atau melihat sejumlah makam yang berada di Kompleks ini.
Bahkan, beragam jenis pohon menghiasi kompleks ini. Ada pohon palem bali, pohon beringin, pohon ketapang, serta pohon kelapa, dan pohon lontara, “Di Kompleks pemakaman ini, sengaja ditanam sejumlah pohon. Tujuannya sebagai pohon pelindung, bila kita sedang beristirahat sejenak, di bawah pohon tersebut. Semuanya berjumlah 27 pohon,”ungkap Suwardi, Penanggung jawab kompleks makam Latenri Ruwa, saat ditemui, Rabu, 30 Maret, Kemarin, di sela-sela aktifitasnya.
Usai beristirahat sejenak, di salah satu taman yang terdapat di areal makam. Penulis pun beranjak kesalah satu makam, yakni makam Latenri Ruwa. Makamnya, berada di sektor tengah kompleks tersebut. Ia dimakamkan berdampingan dengan istrinya. Tak hanya itu, sejumlah pengikut raja Bone ini, juga dimakamkan berdekatan dengannya.
Latenri Ruwa yang bergelar Sultan Adam merupakan seorang raja Bone ke 11 . Namun, saat ia memilih untuk memeluk Islam, dan mendalaminya di Kerajaan Tallo. Ia pun meninggalkan tahtanya sebagai raja saat itu, dan menjatuhkan pilihannya untuk menyebarluaskan Islam di kerajaan Bantaeng.
Dia, kata Suwardi, merupakan salah seorang murid kebanggaan dari Datuk Ri Bandang. Dan meninggalkan tahtanya pada tahun 1611 di kerajaan Bone, dan memperdalam ilmu agamanya di Kerajaan Tallo. Ia pindah ke Tanah toa sekitar tahun 1615, beserta istri dan pengikutnya,”jelasnya, dengan merujuk kesalah satu buku sejarah Butta toa yang dibacanya.
Selain makam Latenri Ruwa, di Kompleks ini terdapat sejumlah makam raja Bantaeng. Bahkan, saat pemugaran dilakukan, para pekerja pemugaran mendapatkan sejumlah pecahan keramik yang berhias, dan tulang belulang, “Semuanya itu,diketemukan pada saat proses pemugaran kompleks makam ini. Untuk pemugaran itu sendiri, dilakukan pada tahun 1981 sampai tahun 1984,”urainya.
Karena nilai sejarah yang dimiliki sejumlah makam di Kompleks ini, sehingga banyak peneliti dan arkeologi menjadikannya sebagai tempat penelitian,“Mahasiswa dari Makassar, kerap bermalam. Mereka menempati rumah panggung yang berada di dalam kompleks makam, yang juga berfungsi sebagai ruang informasi. Tujuannya, untuk penelitian. Serta pengunjung umum yang ingin berziarah. Bahkan, baru-baru ini, dikunjungi seorang profesor bidang arkeologi DARI Jakarta,”katanya.