Mengunjungi Budidaya Sarang Walet
Bantaeng---Terik matahari di Butta Toa, Pukul 11. 30 Wita,siang Kemarin. Begitu menyengat kulit. Saat melintas di sebuah setapak, yang tak jauh dari Pantai Lamalaka perhatian penulis tiba-tiba, tertuju pada sebuah bangunan yang berukuran sekitar 4 x 10 Meter, yang terletak di jalan Ratulangi, Kelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng.
Terdengar suara kicauan burung walet yang saling bersahutan satu sama lainnya. Penulis pun larut dengan rasa penasaran, dan mencoba berkunjung di lokasi itu. Di bangunan bertingkat dua itu,sejumlah lubang ventilasi hiasi sisi kiri dan kanannya. Tak hanya itu, sebuah lubang persegi empat terletak di tengah-tengah bangunan, yang sudah didesain khusus. Ia berfungsi sebagai lubang masuk burung walet, ketika hendak masuk kedalam rumah sarang.
Seorang ibu tua renta, sedang duduk dipelataran rumah,yang tak jauh dari bangunan rumah sarang burung itu. Dia merupakan pengelola budidaya sarang burung walet tersebut. Dia membeberkan tentang usaha budidaya sarang walet ini di Butta Toa ini, "Usaha sarang burung walet ini milik anakku. Sekarang Muhammad Taufik bertugas sebagai PNS di Kabupaten Gowa"ujar Daharia (70 Tahun), ibu dari pemilik usaha sarang walet ini, yang juga pengelola.
Penulis sempat terkecoh dengan Kicauan burung walet yang sedari tadi terdengar. Ternyata kicauan itu hanyalah tiruan semata. Ia diputar via vcd player. Tujuannya, untuk mengundang burung walet yang terbang berseliweran untuk singgah di bangunan itu."Agar menarik perhatian burung walet untuk singgah di rumah sarang. ketika burung itu sudah singgah, diharapkan bersarang dan bertelur ditempat ini,"jelasnya.
Kicauan buatan ini,lanjutnya, terus diperdengarkan hingga sore hari. DEilantai dua sebanyak 25 loudspeker yang berukuran kecil terpasang. Namun, bila burung itu sudah memasuki rumah sarangnya. Kicauan buatan ini pun dihentikan. Fungsi lain dari kicauan buatan ini, kata Daharia, untuk mengundang burung walet baru yang berseliweran disekitar bangunan.
Sarang burung walet sendiri berasal dari air liurnya. Tak diragukan lagi manfaatnya bagi dunia kesehatan. Karena itulah, sehingga sarang ini berharga mahal. Selain itu, ia menjadi menu makanan yang bercita rasa tinggi selaras dengan harganya yang mahal pula.
Menurut Daharia, perkenalan anaknya dengan budidaya ini, ketika ia berkunjung ke rumah saudara istrinya di kalimantan . Dari saudara istrinya inilah, ia banyak berkonsultasi dan belajar tentang budidaya ini. Sehingga, setibanya di Bantaeng, dengan modal mencoba, ia pun membuat bangunan bertingkat dua ini. Hingga kini, usaha ini termasuk berhasil, karena belum genap dua tahun. Isi dari rumah sarang ini sudah memiliki sekitar 50 sarang.
"Keberadaan rumah sarang ini, sudah berlangsung setahun lebih. Di lantai dua difungsikan sebagai rumah sarang. Sedangkan lantai dasarnya digunakan untuk menyimpan peralatannya. Untuk lantai dua sendiri, sudah dibentuk sedemikian rupa. Bahkan kayu yang digunakan brung walet untuk bersarang, di datangkan langsung dari Makassar,"bebernya. Konon, usaha budidaya sarang walet ini merupakan yang pertama di Butta Toa ini.
Untuk 1 sarang sendiri, tuturnya, terdapat dua telur, sedangkan lamanya menetas telur itu, yakni dua bulan. satu sarang, harganya sekitar Rp. 300 Ribu, sedangkan untuk perkilonya dijual Rp 14 -17 juta. Saat ditanya mengenai kendala budidaya ini, ia mengungkapkan relatif kecil saja,"Kita harus menjaga agar tokek tidak memasuki rumah sarang. Sehingga bila menemukan tokek, kita langsung membunuhnya. Selain itu, burung hantu menjadi kerap memangsa burung walet,"ungkapnya.
Terdengar suara kicauan burung walet yang saling bersahutan satu sama lainnya. Penulis pun larut dengan rasa penasaran, dan mencoba berkunjung di lokasi itu. Di bangunan bertingkat dua itu,sejumlah lubang ventilasi hiasi sisi kiri dan kanannya. Tak hanya itu, sebuah lubang persegi empat terletak di tengah-tengah bangunan, yang sudah didesain khusus. Ia berfungsi sebagai lubang masuk burung walet, ketika hendak masuk kedalam rumah sarang.
Seorang ibu tua renta, sedang duduk dipelataran rumah,yang tak jauh dari bangunan rumah sarang burung itu. Dia merupakan pengelola budidaya sarang burung walet tersebut. Dia membeberkan tentang usaha budidaya sarang walet ini di Butta Toa ini, "Usaha sarang burung walet ini milik anakku. Sekarang Muhammad Taufik bertugas sebagai PNS di Kabupaten Gowa"ujar Daharia (70 Tahun), ibu dari pemilik usaha sarang walet ini, yang juga pengelola.
Penulis sempat terkecoh dengan Kicauan burung walet yang sedari tadi terdengar. Ternyata kicauan itu hanyalah tiruan semata. Ia diputar via vcd player. Tujuannya, untuk mengundang burung walet yang terbang berseliweran untuk singgah di bangunan itu."Agar menarik perhatian burung walet untuk singgah di rumah sarang. ketika burung itu sudah singgah, diharapkan bersarang dan bertelur ditempat ini,"jelasnya.
Kicauan buatan ini,lanjutnya, terus diperdengarkan hingga sore hari. DEilantai dua sebanyak 25 loudspeker yang berukuran kecil terpasang. Namun, bila burung itu sudah memasuki rumah sarangnya. Kicauan buatan ini pun dihentikan. Fungsi lain dari kicauan buatan ini, kata Daharia, untuk mengundang burung walet baru yang berseliweran disekitar bangunan.
Sarang burung walet sendiri berasal dari air liurnya. Tak diragukan lagi manfaatnya bagi dunia kesehatan. Karena itulah, sehingga sarang ini berharga mahal. Selain itu, ia menjadi menu makanan yang bercita rasa tinggi selaras dengan harganya yang mahal pula.
Menurut Daharia, perkenalan anaknya dengan budidaya ini, ketika ia berkunjung ke rumah saudara istrinya di kalimantan . Dari saudara istrinya inilah, ia banyak berkonsultasi dan belajar tentang budidaya ini. Sehingga, setibanya di Bantaeng, dengan modal mencoba, ia pun membuat bangunan bertingkat dua ini. Hingga kini, usaha ini termasuk berhasil, karena belum genap dua tahun. Isi dari rumah sarang ini sudah memiliki sekitar 50 sarang.
"Keberadaan rumah sarang ini, sudah berlangsung setahun lebih. Di lantai dua difungsikan sebagai rumah sarang. Sedangkan lantai dasarnya digunakan untuk menyimpan peralatannya. Untuk lantai dua sendiri, sudah dibentuk sedemikian rupa. Bahkan kayu yang digunakan brung walet untuk bersarang, di datangkan langsung dari Makassar,"bebernya. Konon, usaha budidaya sarang walet ini merupakan yang pertama di Butta Toa ini.
Untuk 1 sarang sendiri, tuturnya, terdapat dua telur, sedangkan lamanya menetas telur itu, yakni dua bulan. satu sarang, harganya sekitar Rp. 300 Ribu, sedangkan untuk perkilonya dijual Rp 14 -17 juta. Saat ditanya mengenai kendala budidaya ini, ia mengungkapkan relatif kecil saja,"Kita harus menjaga agar tokek tidak memasuki rumah sarang. Sehingga bila menemukan tokek, kita langsung membunuhnya. Selain itu, burung hantu menjadi kerap memangsa burung walet,"ungkapnya.