0
On this Article
Home  ›  Feature

Musik Tradisional Mengalun di Bandara Internasional

-Upaya Promosikan Budaya Sulsel

INT/
Irama alat musik tradisional kecapi, gambus, dan tabuhan gendang adat, bersatu padu menciptakan harmoni irama. Irama itu,  mengalun dari sebuah stand di public hall pemberangkatan Lantai II  Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Jumat 15 Agustus.


EDY ARSYAD


PARA  penumpang berlalu lalang di lantai dua, hendak bertolak ke sejumlah tujuan penerbangan. Namun, tak sedikit dari mereka yang penasaran dengan alat musik yang dimainkan Muhlis Daeng Ramli, 55 tahun, yang memainkan kecapi, serta juga menyanyikan syair lagu dari  kisah rakyat yang bertemakan percintaan, perjuangan, dan perjalanan kehidupan manusia.

Tak lama berselang, setelah Muhlis Daeng Ramli memainkan kecapinya, rekannya yang lain pun, yaitu Jaka, 29 tahun, dan Agus, 26 tahun, menunjukkan keterampilannya pula dalam memainkan alat musik tradisional. Jaka memainkan gambus, sedangkan Agus memainkan gendang adat.

Nuansa etnis Bugis-Makassar kian nampak dengan penampilan para pemain alat tradisional itu yang mengenakan pakaian adat lengkap dengan pasapu' yang dikenakan di kepala mereka. Muhlis Daeng Ramli misalnya, mengenakan baju adat berwarna Kuning dengan sarung berwarna motif Merah dan Hitam, dengan Passapu' yang dikenakan dikepala berwarna Merah.

Harmonisasi perpaduan alat musik tradisional yang dimainkan mereka pun semakin memikat orang yang berlalu lalang siang itu. Bahkan, sejumlah orang yang melintas di stand tersebut, memilih singgah untuk melihat dari dekat permainan alat musik tradisional yang dimainkan Muhlis Daeng Ramli dan rekannya.

Haji Rani, salah seorang warga Kenegaraan Malaysia misalnya. Penasaran dengan alat musik tradisional tersebut, langsung mencoba untuk memainkan alat musik kecapi. Bahkan, tanpa canggung ikut pula berada di atas panggung mini di stand memainkan kecapi. "Saya senang dengan kecapi,"kata dia.

Permainan gambus dan gendang yang dimainkan Jaka dan Agus semakin atraktif, di mana Jaka yang memainkan gambus juga menyanyikan sejumlah lagu dandut yang dipopulerkan Rhoma Irama dan Mansyur S. "Selain lagu berbahasa Makassar dan Bugis, terkadang saya juga memainkan gambus dengan jenis musik, seperti irama lagu dangdut dan irama lagu padang pasir,"kata Jaka.

Pria asal Desa Pundata Baji, Kecamatan Labbakkang, Kabupaten Pangkep ini menceritakan, selain menghibur dengan permainan gambus bersama rekannya  di Lantai II Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, kesehariannya ia sebagai petani rumput laut di desanya.

Dia menceritakan, Pertama kali, jelas Jaka, belajar bermain gambus maupun mandaling secara otodidak sewaktu menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di desanya. "Mengenal gambus itu sendiri karena belajar dengan melihat sejumlah orang di kampung saya yang selalu memainkan gambus, dari belajar secara otodidak itulah, saya mengasah kemampuan,"jelasnya.

Setelah memiliki kemampuan memainkan gambus itulah, jelas dia, ia pun kerap menghibur warga di desanya dengan sejumlah hajatan, seperti pengantin, syukuran masuk rumah, maupun sunatan.

Dengan kemampuannya itu, ia diajak bergabung oleh kenalannya di Lembaga Adat Batu Bassi di Desa  Jene' Taesa, Kecamatan Simbang, Maros yang membawahinya sehingga ia dan rekannya dapat menghibur di bandara bertaraf internasional tersebut.

Dia berharap, keberadaan mereka dapat melestarikan nilai budaya dan kesenian di Sulsel. Apalagi, kata dia, masih minim orang yang memiliki minat untuk belajar memainkan sejumlah alat musik tradisional.

Lain halnya dengan Agus yang memiliki keterampilan memainkan gendang adat. Dalam kesehariannya Agus hanyalah buruh bangunan. Sabang hari, cerita dia, di waktu tidak menghibur dengan rekannya di bandara, ia bekerja sebagai buruh bangunan.

Namun,  empat kali dalam seminggu ia harus menyisihkan waktunya untuk tampil di bandara. Menurutnya, ia dan rekannya harus tampil pada Kamis, Jumat, Sabtu dan  Minggu, yang dimulai dari pukul 09.00 wita hingga 16.30 wita. Namun, kalau ada tamu penting yang datang di bandara pada malam hari, ia bersama rekannya biasa tampil pula pada malam hari untuk menyambut sang tamu tersebut.

Sementara itu, Muhlis Daeng Ramli mengaku mengenal kecapi sejak tahun 1970 an. Ia mengaku belajar langsung dari ayahnya yang piawai memainkan alat musik tradisional kecapi. Menurutnya, saat ia dan ayahnya dalam proses pembuatan gula aren, ia biasa diajar untuk memainkan alat musik tradisional kecapi tersebut.

Menurutnya, dulunya ketika ada hajatan di kampung halamannya ia kerap dipanggil untuk memainkan kecapi untuk menghibur tetamu. Namun, ia sendiri tidak menerima upah berupa material. Tetapi hanya penganan tradisional saja. "Dulu, kalau saya menghibur itu imbalannya bukan berupa uang, tapi hanya makanan dari yang punya acara saja,"jelasnya.

Kesehariannya ia hanyalah seorang petani di  Desa Baruga, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, tak ayal semenjak ia dikontrak untuk menghibur di bandara bertaraf internasional itu, ia pun harus membagi waktu untuk dapat tampil menghibur di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Terpisah, Ketua Lembaga Adat Batu Bassi, Jumadi, menjelaskan, pihaknya dan PT Angkasa Pura I Bandara Internasional  Hasanuddin Makassar  sudah tahun ketiga. Kerjasama itu, kata dia, untuk mempromosikan kebudayaan yang ada di Sulsel.
1 komentar
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS